BAB
I
PENDAHULUAN
Sejak
zaman pencerahan (renaissance). Ilmu pengetahuan sangat diagungkan sebagai
lambang kemajuan peradaban, inteligensi naik daun dan dianggap sebagai
prediktor utama kesuksesan dalam hidup. Seseorang dianggap cerdas jika memiliki
intelligence quotient (IQ) yang tinggi.
Sekolah
sebagai salah satu institusi pendidikan, memegang peranan penting dalam mengembangkan
kecerdasan intelektual tersebut, kurikulum sebagai perangkat pengajaran sangat
memfokuskan pada peningkatan kecerdasan ini. Kecerdasan lain seperti kecerdasan
emosi (EQ), kecerdasan moral (MQ), kecerdasan spiritual (SQ) kurang
diperhatikan bahkan hanya sebagai pelengkap. Sebagai contoh, pelajaran
matematika, fisika ( ilmu pengetahuan sain), biologi, bahasa Inggris diberikan
4 – 5 kali jam pelajaran dalam seminggu sedangkan pelajaran agama, moral hanya
2 jam.[1]
Namun,
ketika seseorang dengan kemampuan IQ adan EQ yang cemerlang berhasil meraih
kesuksesan, seringkali ia merasa kosong dan hampa dalam batin (hati). Hal ini
terjadi karena tidak adanya spirit dari dalam diri yang memperkuat vitalitas
hidup dan ini bisa membuat seseorang terjerumus pada hal-hal yang negatif. Di
sinilah perlunya kecerdasan spiritual (SQ).
Pendidikan
yang semata-mata hanya menekankan pada otak, dengan sendirinya menjadi bumerang
bagi kita : siswa,orang tua, pendidik dan masyarakat, Bukan hal yang baru lagi
ketika kita mendengar perkelahian pelajar, kekerasan, bahkan pembunuhan yang
dilakukan oleh anak-anak, remaja. Ini terjadi karena kita melewatkan sisi moral
dalam kehidupan anak-anak didik kita. Pelajaran moral dikesampingkan, hanya
sebatas hapalan, teori, tidak memberikan dampak kebajikan moral. Satu lagi yang
hilang dari pendidikan dan hidup kita : Kecerdasan Moral (MQ). Kecerdasan Moral
dan Kecerdasan Spiritual, dua hal ini yang akan menjadi pembahasan dalam
makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kecerdasan
Kecerdasan
(dalam bahasa inggris disebut intelligence dan bahasa Arab disebut al-dzaka)
menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu.
Dalam arti, kemampuan (al-qudrah) dalam memahami secara sempurna. Sedangkan
menurut arti bahasa adalah pemahaman,kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu. Dalam
arti, kemampuan dalam memahami sesuatu secara cepat dan sempurna. Begitu cepat
penangkapannya itu sehingga Ibnu Sinna menyebut kecerdasan sebagai kekuatan
intuitif.[2]
J.P chaplin
merumuskan tiga definisi kecerdasan, yaitu: (1) kemampuan menghadapi dan
menyesuaikan diri terhadap situasi baru dengan cepat dan efektif; (2) Kemampuan
menggunakan konsep abstrak secara efektif yang meliputi empat unsur seperti
memahami, berpendapat, mengontrol, dan mengkritik; (3) kemampuan memahami
pertalian-pertalian dan belajar dengan cepat sekali. Sedangkan, Willian stern
mengemukakan bahwa intelegensi berarti kapasitas umum dari seorang induvidu
yang dapat dilihat pada kesanggupan pikirannya dalam mengatasi tuntutan
kebutuhan-kebutuhan baru, keadaan rohani secara umum yang disesuaikan dengan
problema-problema kehidupan.[3]
B. Macam-macam Kecerdasan
Ada berbagai macam jenis-jenis kecerdasan, yaitu diantaranya kecerdasan
emosional,kecerdasan moral, kecerdasan intelektual, dan kecerdasan spiritual.
Namun dalam makalah ini hanya akan membahas dua aspek kajian kecerdasan saja,
yakni kecerdasan moral dan kecerdasan spiritual.
1. Keceradan
Moral
“Kecerdasan
moral adalah kemampuan memahami hal yang benar dan yang salah: artinya,
memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan
tersebut” Michele Borba.[4]
Kecerdasan
yang sangat penting ini mencakup karakter utama seperti kemampuan memahami
penderitaan orang lain dan tidak bertindak jahat; mampu mengendalikan dorongan
dan menunda pemuasan; mendengarkan dari berbagai pihak sebelum memberi
penilaian; menerima dan menghargai perbedaan; bisa memahami pilihan yang tidak
etis; dapat berempati; memperjuangkan keadilan dan menunjukan kasih sayang dan
rasa hormat terhadap orang lain.
Membangun
kecerdasan moral sangat penting dilakukan agar kita bisa membedakan yang benar
dan mana yang salah, sehingga kita dapat menangkis pengaruh buruk dari luar.
Kecerdasan moral dapat dipelajari dan kita bisa mulai mengajarkannya sejak
balita, sekolah juga tidak boleh lepas dari peran ini. Karena, seorang anak
yang sudah duduk di bangku sekolah, akan menghabiskan sebagian dari waktunya di
sekolah, berinteraksi dengan guru –guru yang berperan sebagai pengajar dan
pendidik dan teman-teman yang dapat memberikan pengaruh positif dan juga
negatif.
Kecerdasan Moral dari
perspektif agama Islam
Moral
secara bahasa bermakna tingkah laku, kebiasaan, sedangkan dalam bahasa agama,
dalam hal ini Islam, Moral sama dengan Akhlak.
Secara
bahasa, akhlak berasal dari kata al-khuluq yang berarti kebiasaan (as-sajiyah)
dan tabiat (at-thab’u).Sedangkan menurut istilah, akhlak adalah sifat-sifat
yang diperintahkan Allah kepada seorang muslim untuk dilaksanakan ketika ia
melakukan aktivitasnya. Sifat-sifat akhlak ini tampak pada diri seorang muslim
tatkala ia melaksanakan berbagai aktivitas seperti ibadah, mu’amalah dan lain
sebagainya.
Akhlak
merupakan bagian dari syariat Islam, yakni bagian dari perintah dan larangan
Allah yang berhubungan dengan sifat-sifat seperti : jujur, sabar, lemah lembut,
berbbuat adil, kasih sayang, dan lain sebagainya. Sebagai contoh yakni firman Allah
SWT dalam surat (Ali Imron: 200 ) sebagai berikut:
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu
dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu)
dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.[5]
2. Kecerdasan
Spiritual
Spiritual
diambil kata spiritus yang artinya
sesuatu yang bisa memperkuat vitalitas hidup kita. Spiritual atau spiritus itu
menurut teori dasarnya memang berbeda dengan agama. Spiritus adalah bawaan
manusia dari lahir, sedangkan agama adalah sesuatu yang datangnya dari luar
diri kita. Agama memiliki seperangkat ajaran yang dimasukan ke dalam tubuh
kita. Ajaran agama, sejauh itu diserap dari kulit sampai isi maka akan
meningkatkan spiritual kita.
Kecerdasan
spiritual merupakan penemuan terkini secara ilmiah yang pertama kali digagas
melalui riset yang sangat komprehensif oleh Danah Zohar (Harvard University)dan
Ian Marshall (Oxford University).
Beberapa pembuktian ilmiah tentang kecerdasan spiritual dipaparkan Zohar dan
Marsahall dalam Spiritual Quotient, The Ulitimate Intelligence (puncak
kecerdasan). Pada tahun 1997 ahli saraf VS Ramachandran dan timnya dari California University
menemukan eksistensi God Spot (Titik Tuhan) dalam otak manusia yang
terbangun sebagai pusat spiritual yang terletak di bagian depan otak.
Danah Zohar dan
Ian Marshall mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk
menghadapi persoalan makna atau value (nilai), yaitu kecerdasan untuk
menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan
kaya , kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih
bermakna dibandingkan yang lain.
Kecerdasan Spiritual dari
perspektif agama Islam
Firman Allah
dalam surat Al- Hajj:46
Artinya:
“Tiadakah mereka
mengembara di muka bumi, sehingga mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka
mengerti, dan mempunyai telinga yang dengan itu mereka mendengar? Sungguh,
bukanlah matanya yang buta, tetapi yang buta ialah hatinya, yang ada dalam
(rongga) dadanya”. (QS. Al Hajj :46)
Menurut Ary
Ginanjar Agustian dalam bukunya yang berjudul Emotional Spiritual Quotient
Suara hati yang terletak pada God Spot yang menjadi landasan kacerdasan
spiritual (SQ). Suara hati adalah suara yang cocok dengan sifat-sifat Tuhan
(Allah) yang terdapat dalam Asmaul Husna seperti Maha Penolong, Maha Pengasih
dan Penyayang, Maha Melindungi. berikut sebuah contoh yang menunjukan bahwa
salah satu sifat Allah ditiupkan dalam hati manusia.[6]
Menurut Robert K
Cooper PhD, “Hati mengaktifkan nilai-nilai kita yang terdalam, mengubahnya dari
sesuatu yang kita pikir menjadi yang kita jalani. Hati mampu mengetahui hal-hal
mana yang tidak boleh, atau yang tidak dapat diketahui oleh pikiran kita. Hati
adalah sumber keberanian dan semangat, integritas serta komitmen. Hati juga
adalah sumber energi dan perasaan mendalam yang menuntut kita untuk melakukan
pembelajaran, menciptakan kerjasama, memimpin serta melayani.”
Suatu hari kita
melihat seorang teman yang sedang bersedih, kita bertanya apa yang terjadi
dengannya kemudian ia menceritakan bahwa ia sedang memerlukan uang untuk biaya
operasi anaknya. Mengetahui teman kita sedang dalam mendapat cobaan,muncul
suara kita untuk menghibur, memberi semangat, dan juga memberikan bantuan. Suara
hati yang keluar tersebut adalah salah satu sifat Allah yang ditiupkan dalam
hati manusia. Suara hati yang sama akan dirasakan oleh manusia di seluruh dunia
baik ia orang kaya, miskin, penganut agama apapun jika ia berada dalam kondisi
fitrah. Manusia memiliki nilai yang 1 (satu) bersifat universal dan ihsan. Menurut
Al Qur’an, sebelum bumi dan manusia diciptakan, ruh manusia telah mengadakan
perjanjian dengan Tuhannya.
“Bukankah Aku
Tuhanmu?’ Lalu ruh menjawab: “Ya, kami bersaksi!” (QS.Al A’raf:172). Menurut
Muhammad Abduh bukti perjanjian tersebut ialah adanya fitrah iman dalam diri
manusia dan menurut Prof Dr N Dryarkara SJ hal ini juga dikuatkan dengan adanya
suara hati manusia yaitu yang mana itu adalah suara tuhan.Oleh karena itu, jika
manusia berbuat keburukan, kemungkaran, suara hati nurani akan melarang. Jika
manusia berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan nurani, ia akan
menyesalinya.Menurut Mac Scheler, penyesalan adalah tanda kembalinya seseorang
kepada tuhan
Adakalanya suara
hati terbelenggu dan hati nurani menjadi buta. Ary Ginanjar mengungkap ada 7
belenggu yang menghalangi munculnya suara hati pada God Spot yaitu Prasangka,
Prinsip hidup, Pengalaman, Kepentingan, Sudut pandang, Pembanding, dan
Fanatisme. Belenggu-belenggu ini mempengaruhi cara berpikir sehingga membuat
manusia pasif, tidak produktif, tidak kreatif, berpikir sempit, tidak maju,
tidak sinergi, tidak bahagia, dapat membawa manusia pada kesengsaraan bahkan
kehancuran.[7]
Suara Hati
adalah sifat-sifat Tuhan yang ditiupkan dalam diri manusia, agar suara hati
selalu muncul dan menjadi kekuatan dalam diri, harus kita ketahui maknanya,
sehingga ketika kita mengucapkannya terus menerus hal tersebut akan membangun
kekuatan pikiran bawah sadar ynag akhirnya membentuk sebuah kekuatan yang mampu
mengikis belenggu-belenggu. inilah yang disebut Repetitive Magic Power yaitu
zikir dan tasbih .Misalnya ucapan Subhanallah , dengan mengingat kesucian nama
serta sifat Tuhan setiap,akan terus membantu mengendalikan kejernihan hati,
tanpa didasari latar belakang, sudut pandang dan belenggu lain yang mengkotori
kejernihan hati.
Allah berfirman
: “Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi
tentram.” (QS.Ar Ra’d : 28)
Dengan berzikir
kita akan menjadi tenang dan memiliki harapan atas apa yang Allah janjikan,
dalam sebuah hadits Nabi bersabda : “Barangsiapa yang membaca: “Maha Suci Allah
dan aku memujiNya” dalam seratus kali maka kesalahannya dihapus sekalipun
seperti buih air laut”.
Suara hati
manusia adalah kunci spiritual, dalam Islam, ia adalah pancaran sifat-sifat
Ilahi. Misalnya, keinginan diperlakukan adil, hidup sejahtera, ingin mengasihi
dan dikasihi adalah sifat-sifat Allah. Al Qur’an menyebutkan ada 99 sifat-sifat
Allah yang dikenal dengan Asmaul Husna. Ary Ginanjar menyederhanakan
sifat-sifat ini atau menjadi 7 nilai dasar dalam mengasah kecerdasan spiritual
yaitu : Jujur, Tanggung Jawab, Disiplin, Kerjasama, Adil, Visioner, Peduli.
Sifat-sifat ini
harus dijadikan dasar dan nilai yang akan memberikan “ meaning” (nilai ) bagi
yang melaksanakan sehingga hidup menjadi lebih terarah dan bermakna bagi diri
sendiri dan juga orang lain.Agar sifat-sifat ini mendarah daging dalam diri,
kita perlu melatih diri,kita perlu mengasah kecerdasan spiritual kita. Sukidi,
dalam bukunya yang berjudul Kecerdasan Spiritual, Rahasia Sukses Hidup Bahagia
memberikan langkah-langkah cara mengasah kecerdasan spiritual yaitu:
1.
Kenali diri sendiri. Karena orang yang sudah tidak bisa mengenal dirinya
sendiri akan mengalami krisis makna hidup maupun krisis spiritual.
2.
Lakukan introspeksi diri. Dalam bahasa agama dikenal dengan ‘pertobatan’
lakukan pertanyaan pada diri sendiri. Apa saja yang kita sudah lakukan, benar
atau salah.
3.
Aktifkan hati secara rutin. Dalam konteks orang beragama ini disebut mengingat
Tuhan, karena Dia adalah sumber kebenaran tertinggi dan kepada-Nya kita
kembali. Mengingat Tuhan dapat dilakukan melalui sholat, berzikir, dan lain
sebagainya yang dapat mengisi hati manusia dengan sifat-sifat Tuhan.
Setelah kita
mengingat Sang Khalik, kita akan menemukan keharmonisan dan ketenangan dalam
hidup. Misalnya kita tidak akan takut rezeki kita akan hilang karena rezeki
kita sudah dijamin, namun kita justru harus takut untuk melakukan perbuatan
yang dilarang. Kita tidak akan lagi menjadi manusia yang rakus akan materi,
tapi dapat merasakan kepuasan tertinggi berupa kedamaian dalam hati dan jiwa,
sehingga kita mencapai kesseimbangan dalam hidup dan merasakan kebahagiaan
spiritual.[8]
Implementasi kecerdasan moral dan
spiritual dalam pengembangan pendidikan Islam
Dalam konteks ini, pendidikan merupakan
bagian penting dalam kehidupan manusia, sehingga antara psikologis, moral,
spiritual, agama dan pendidikan merupakan beberapa rangkaian yang harus menyatu
sebagai satu sistem pengetahuan.
Hal
inilah yang mendasari bahwa psikologi,moral, spiritual, agama, dan pendidikan
dan dapat diformat lewat pendekatan pengetahuan dan akademis. Beberapa aspek
tersebut, yakni termasuk aspek moral dan spiritual dapat dimasukkan dalam kajian
psikologi remaja sebagai bagian dari psikologi umum, yang erat sekali
hubungannya dengan pendidikan Islam sebagai salah satu bagian dari ajaran Islam
sebagai agama. Agar pendidikan remaja Muslim dapat berjalan lancar dan
tujuannya bisa dicapai, maka penerapan psikologi (khususnya psikologi remaja)
tak bisa diabaikan. Bahkan faktor ini sangat dominan bagi keberhasilan
pendidikan, karena dengan psikologi dapat diketahui berbagai permasalahan dan
kebutuhan para remaja yang erat kaitannya dengan keberhasilan pendidikan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Dapat kita
simpulkan bahwasanya bentuk-bentuk kecerdasan saling terkait satu sama lain.
Kecerdasan intelektual (IQ) merupakan sesuatu yang penting bagi pemahaman
seseorang terhadap lingkungan, serta proses berpikir dan ia dapat dikatakan
salah satu faktor penentu kesuksesan hidup seseorang. Tapi itu hanya sebatas
syarat minimal meraih keberhasilan, kecerdasan emosilah yang sesungguhnya
mengantarkan seseorang menuju puncak prestasi.
Memang IQ dan EQ
adalah dua kecerdasan yang diperlukan untuk penyelarasan, penyelesaian masalah
kebutuhan seseorang yang bersifat materi (jasmani), namun lebih dari itu
manusia juga memerlukan konsep kecerdasan tinggi ynag mampu memenuhi
keselarasan ruhaninya, kecerdasan itu tidak lain adalah kecerdasan spiritual
(SQ) yang bersumber dari suara hati.
Kecerdasan ini
tidak hanya mencakup hubungan vertikal yaitu hubungan manusia dengan Tuhannnya,
tetapi juga hubungan horizontal yaitu bagaimana perilaku atau nilai-nilai yang
dianut dalam interaksinya dengan sesama manusia ataupun dengan makhluk lainnya.
Inilah yang dinamakan kecerdasan moral (MQ). Kecerdasan moral menjadikan hidup
manusia memiliki tujuan.
Jika kita tarik
benang merah, kecerdasan-kecerdasan tersebut diatas memiliki keterkaitan satu
dengan yang lain. Kecerdasan Intelektual yaitu tingkat berpikir yang diperlukan
dalam proses pemahaman seseorang terhadap diri sendiri dan lingkungan yang akan
membawanya kepada persoalan spiritual misalnya asal dan tujuan hidup, jadi
kecerdasan intelektual berpengaruh pada kecerdasan spiritual. Melalui pengenalan
diri yang dalam, maka pengenalan terhadap orang lain dan lingkungan juga
semakin baik, hal ini menimbulkan kepedulian terhadap sesama dan persoalan
hidup yang dihadapi bersama, disinilah letak kecerdasan emosi.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian Ginanjar
Ary. 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual. The ESQ
Way 165 Jakarta Agra Publishing.
Darmoyuwono
Winarno, Dr.Ir.Msi. 2008. Rahasia Kecerdasan Spiritual.Jakarta PT.
Sangkan Paran Media.
Mujib,
Abdul dan Jusuf Muzakir. 2002. Nuansa-nuansa Psikologi Islam, cet. 1,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hasan, Aliah B.
Purwakania Hasan. 2006 Psikologi Perkembangan Islami, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
h tt p : / / belajarpsikologi.com / cara
- meningkatkan - kecerdasan
h tt p : / / w w w . ca nboy z.co.cc / 2
0 1 0 / 0 7 / pengertian - psikologi -
islam. html
[1]
Hasan,
Aliah B. Purwakania Hasan. Psikologi
Perkembangan Islami, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006. Hal 134.
[2] Abdul Mujib dan Jusuf Muzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, cet. 1,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hal. 317.
[4]
h tt p : / / belajarpsikologi.com / cara - meningkatkan - kecerdasan
[5]
h tt p : / / w w w . ca nboy z.co.cc / 2 0
1 0 / 0 7 / pengertian - psikologi - islam. html
[6]
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun
Kecerdasan Emosi dan Spiritual. The ESQ Way 165 Jakarta Agra Publishing, 2001
[7] Ari Ginanjar, Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ. Cet 33, Jakarta: Arga, 2007. Hal
115.
[8]
Dr. Winarno
Darmoyuwono, Msi.
Rahasia Kecerdasan Spiritual.Jakarta PT. Sangkan Paran Media, . 2008. Hal
57
mengembangkan kecerdasan spiritual memang sangat perlu bagi kita apalagi mengembangkannya melalui agama yg kita anut,akan lebih mudah dan dapat berhubungan langsung dengan allah swt. artikel ini sangat membantu bagi orang yg ingin mengembangkan kecerdasan spiritual melalui agama islam. terima kasih sudah mengepost,ini sangat membantu^^
BalasHapusInfonya sangat menarikkk . . Hubungan kita dengan Allah lah yang akan memperlancar rezeki , cita - cita kita setelah kita berusaha. . karena di sana Allah bukan mengajarkan kita hanya untuk berdoa namun berusaha keras.
BalasHapuskunjungi juga blog saya ya : www.fennytarie.blogspot.com